” Orang Orang
Yang Hidup Dalam Pelbagai Pandangan Hidup, Pandangan-Dunia, Sistem Filsafat,
Ideologi Dan Lain Sebagainya, Banyak Sekali Yang Berprasangka Dan Salah
Pengertian Tentang Nisbah Antara Iman Dan Akal Budi. Mereka Menyangka, Bahwa
Terdapat Suatu Jurang Yang Tak Kunjung Dapat Disebrangi Antara Iman Dan
Pengenalan, Antara Iman Dan Pegetahuan, Antara Iman Dan Ilmu Pengetahuan,
Antara Iman Dan Filsafat Dst.”1).
Di Antara Ahli-Ahli Ilmu Pengetahuan
Banyak Terdapat Orang Yang Setia Kepada Agamanya Dan Di Kalangan Kaum Agama
Banyak Yang Sama Sekali Tidak Merasa Asing Dalam Dunia Ilmu Pengetahuan. Akan
Tetapi Tidak Sedikit Pula Ahli Ilmu Pengetahuan Yang Tak Acuh Akan Agama,
Bahkan Memusuhinya Dan Banyak Alim Ulama Yang Takut Akan Ilmu Pengetahuan Dan
Terang-Terangan Mencelanya Dan Memusuhinya. Karena Itu Timbul Anggapan Pada
Sebagian Orang, Seakan-Akan Ada “Perang Dingin” Atau Pertentangan Antara Agama
Dengan Ilmu Pengetahuan Dan Sebagaian Lagi Bertanya-Tanya, Bagaimana Sebenarnya
Duduk Perkara. 2).
”Masalah
Tentang Hubungan Agama Dengan Ilmu Pengetahuan Itu Terluas Untuk Dibicarakan
Dalam Sebuah Risalah”, Kata Soedewo P.K. ” Akan Tetapi Terlalu Penting Untuk
Didiamkan”.3).
Akal Budi
Dalam Struktur
Rohani Manusia Ada Satu Potensi Yang Dinyatakan Dengan Perkataan Ratio (Latin),
Akal (Bahasa Arab: ‘Aqal), Budi (Bahsa Sansekerta: Buddi), Akal Budi (Satu
Perkataan Yang Tersusun Dari Bahasa Arab Dan Bahasa Sansekerta), Nous (Bahasa
Yunani), Reason (Bahasa Perancis Dan Inggris), Verstand, Vernuft (Bahasa
Belanda) Dan Vernunft (Bahasa Jerman).
Apakah Akal
Budi Itu?
Akal Budi Ialah
Satu Potensi Dalam Rohani Manusia Yang Berkesanggupan Untuk Mengerti Sedikit
Secara Teoritis Realita Kosmis Yang Mengelilinginya Dalam Mana Ia Sendiri Juga
Termasuk, Dan Untuk Secara Praktis Merobah Dan Mempengaruhinya.
Intelegensi
Manusia Hanya Dapat Meneropong Kenyataan Kosmos Itu Untuk Taraf Tertentu Saja.
Kosmos Yang Dimengerti Sedikit Oleh Akal-Budi Ialah ”Kosmos Noetos”, Artinya :
Kosmos Yang Dapat Dikenal; Atau Dalam Istilah Lain Yang Lebih Klasik: ”Esse Est
In Intellectu”, Artinya: Keadaan (Yang Diciptakan) Itu Juga Hadir Dalam
Pemahaman Intelektuil Kita Atas Realitas Itu.
Struktur
Rasionil Ini Menyanggupkan Manusia Untuk :
1.
Membentuk Pengertian-Pengertian,
2.
Merumuskan Pendapat-Pendapat,
3.
Menarik Kesimpulan-Kesimpulan,
Struktur
Rasionil Ini Bukan Saja Memberikan Kemungkinan Kepada Manusia Untuk Menyelami
Sedikit Dari Apa Yang Secara Mathematis Dapat Dibuktikan Dan Secara
Eksperimentil Dapat Dinyatakan Itu. Ia Bukan Saja Membuka Jalan Kepada Manusia
Itu Untuk Memahami Hal-Hal Yang Dapat Dihitung, Ditimbang, Diukur, Serta Yang
Dapat Diselidiki Sebagai Objek Yang Nampak. Rasio Juga Menyanggupkan Manusia
Itu Menjelajahi Dunia Rohaniah......, Seperti Yang Logis, Yang Psychis, Yang
Yuridis, Yang Etis, Yang Religius Dan Sebagainya. 4).
Akal-Budi Dan
Batas-Batasnya.
Emmanuel Kant
(1724-1804), Seorang Filsuf Besar Jerman Yang Masih Besar Pengaruhnya Sampai
Sekarang Dalam Pelbagai Lapangan, Hidup Dalam Zaman Rasionalisme Abad Ke-18. Semboyannya
Ialah : ”Sapera Aude”- ”Beranikan Menggunakan Akal-Budimu”. Namun Dalam Bukunya
Yang Terkenal Kritik Der Theoritische Vernunft, Beliau Menandaskan, Bahwa
Penyalidikan Dengan Akal-Budi Benar Dapat Meberikan Suatu Pengetahuan Tentang
Dunia Yang Nampak Itu, Tetapi Akal-Budi Itu Sendiri Tidak Sanggup Memberikan
Kepastian-Kepastian, Dan Bahwa Berkenaan Dengan Pernyataan-Pernyataan Terdalam
Tentang Allah, Manusia, Dunia Dan Akhirat, Akal Budi Manusia Itu Tidak Mungkin
Memperoleh Kepastian-Kepastian, Melainkan Hidup Dalam Pengandain-Pengandaian,
”Postulat-Postulat” 5). Kant Yang
Disebut Sebagai ”Raksasa Ahli Pikir” Itu, Insaf, Bahwa Hakikat Itu Tidak Dapat
Dicapai Dengan Akal Yang Kekuatannya Terbatas Itu. Baru Akan Bertemu Bila Akal
Dipisahkan Dari Diri, Dan Dia Dijadikan Orang Ketiga Untuk Mempertemukan Si Aku
Dengan Si Dia! Padahal Itu Mustahil. Benar Juga Yang Dikatakannya, Bahwasanya
Perkara Besar Itu Ada, Tetapi Letaknya Adalah Diatas Akal (Trancendental).
Sebab Itu Berkatalah Beliau : ”Ich Musste Das Wissen Aufheben, Aum Zum Glauben
Platz Zu Bekommen”.- ”Saya Terpakasa Berhenti Sejenak Dari Pengetahuan, Supaya
Saya Sediakan Tempat Buat Iman”. 6).
Kant
Berpendapat Bahwa Logika Tak Dapat Membawa Keyakinan Tentang Adanya Tuhan Oleh
Karena Itu Ia Pergi Kepada Perasaan. Perasaaan Inilah Yang Dapat Membuktikan
Dengan Sejelas-Jelasnya Bahwa Tuhan Itu Mesti Ada. Kalau Akal Memberi Kebebasan
Bagi Manusia Untuk Percaya Atau Tidak Percaya Pada Adanya Tuhan, Hati Sanubari
Memberi Perintah Kepadanya Untuk Percaya Bahwa Tuhan Itu Ada. 7).
Kecenderungan Melewati Batas Pada
Akal-Budi.
”Rasio Manusia Itu”, Kata Dr.J. Verkuyl
Pula,” Cenderung Sekali Melewati Batas-Batas Kesanggupannya Dan Menjadi Tinggi
Hati Serta Mengabdi Kepada Semu Dan Dusta. Ia Bertindak Seakan-Akan Semacam
Dewa, Mengangkat Dirinya Menjadi Ukuran Yang Termulia Dan Terakhir, Bertindak
Selaku Hakim Tertinggi Atas Kebenaran.”
”Sutau Ucapan Yang Menyolok Bertalian
Dengan Semu Dan Hal Melebih-Lebihkan Nilai Rasio Ini Kita Jumpai Pada Descartes
(Kurang Lebih 1650). Ia Adalah Anak Zaman Renaissance Dan Humanisme, Dan Dalam
Sejarah Filsafat Ia Disebut Bapak Dari Rasionalisme. Dalilnya Yang Termasyhur
Berbunyi : ”Cogito Ergo Sum”-” Aku Berfikir, Jadi Aku Ada”. Dengan Itu Ia
Maksud, Bahwa Kal Budi Itu, Pemikiran (Cogitare) Itu, Adalah Sumber, Khalik,
Ukuran Serta Norma Dari Segala Kebenaran Tentang Allah, Manusia, Dan Dunia. Ia
Yakin Bahwa Rasio Manusia Itu, Apabila Mengikuti Hukum-Hukum Logikanya Sendiri,
Sanggup Dari Dirinya Memberi Jawab Atas Pertanyaaan-Pertanyaan Yang Terdalam
Dari Hati Manusia Tentang Allah, Manusia Dan Dunia. Rasio Itu Ia Tempatkan Pada
Tempat Yang Tertinggi, Dan Ia Buat Rasio Itu Menjadi Yang Berdaulat. Ia Lupa,
Bahwa Kita Seharusnya Mengatakan : ”Deus Est, Ergo Sum”- ”Tuhan Itu Ada, Jadi
Aku Ada”. 8).
Jolivet Dalam Le Thomisme Et La Critique
De La Connaisance : ”Ce N’ Est Pas Parce Que Je Pense Que Je Suis, Mais C’est
Parce Que Je Suis Que Je Pense”.-”Bukanlah Karena Aku Berfikir Maka Aku Ada,
Melainkan Karena Aku Ada Maka Aku Berfikir”. 9).
(Ketika Kita Berbincang Tentang Masalah
Kepercayaan Dalam Renungan Yang Lalu, Antara Lain Kita Singgung Ironi Pada Rene
Descartes Ini. Se-Otak-Otakanya Descartes, Namun Beliau Tidak Dapat Melepaskan
Dirinya Sama Sekali Dari Satu Kepercayaan; Sekurang-Kurangnya Dalam Hal Ini Dia
Percaya Kepada Rasio-Nya).
Dengan Menggunakan Rasionya Manusia Itu
Membuat Bagi Dirinya Dewa-Dewa Dan Dewi-Dewi, Menyusun Sendiri Suatu Gambaran
Daripada Allah, Yang Bercorak Segala Rupa, Pantheistis, Polytheistis,
Monotheistis Dsb. Bahkan Dapat Pula Terjadi, Bahwa Manusia Itu Menggunakan
Rasionya Untuk Membuktikan, Bahwa Allah Itu Ada Atau Bahwa Ia Tidak Ada Atau
Bahwa Allah Itu Tidak Dapat Dikenal. Padahal, Allah Itu Bukanlah Suatu Objek
Pengenalan Seperti Tiap-Tiap Benda Yang Ada. Satu-Satunya Yang Dapat Mengenal
Allah Ialah Allah. Dan Satu-Satunya Kemungkinan Untuk Mengenali Allah Ialah
Pernyataan-Diri Allah. Pernyataan Itulah Satu-Satunya Sumber Pengetahuan Kita
Tentang Allah. Rasio Itu Tidak Dapat Menciptakan, Menghasilkan, Membangkitkan
Pernyataan Itu. Terhadap Allah Satu-Satunya Sikap Yang Layak Bagi Manusia Ialah
: Dengar-Dengaran, Percaya Dan Patuh. 10).
D.C. Mulder. ”Hal Itu Melebihi Akal
Manusia. Tidak Dapat Dibuktikan Bahwa Allah Itu Ada (Dan Bukti-Bukti Yang
Dikemukakan Itu Memang Tidak Meyakinkan Orang Yang Belum Yakin Dahulu); Tetapi
Juga Tidak Dapat Dibuktikan Bahwa Allah Itu Tidak Ada. Inilah Soal Keyakinan,
Bukan Soal Akal, Ilmu Atau Bukti. Allah Diterima Manusia Dengan Kepercayaan.
Akan Tetapi Janganlah Disimpulkan : Jadi Kepercayaan Itu Bertentangan Dengan
Akal. Bukan Demikian Soalnya. Kepercayaan Itu Tidak Bertentangan Dengan Akal,
Melainkan Kepercayaan Itu Melebihi Akal Dan Mendahului Akal; Apalagi
Kepercayaan Atau Keyakinan Itu Mempengaruhi Akal”. 11).
”Akal Itu Adalah Sebuah Timbangan Yang
Cermat, Yang Hasilnya Adalah Pasti Dan Dapat Dipercaya”, Demikian Tulis Ibn
Khaldun (1332-1406) Seorang Pujangga Dan Filsuf Besar Muslim Dan Bapak
Sosiologi Dalam Bukunya Yang Terkenal Muqaddimah Jilid Iii Muka 29, ”Tetapi Mempergunakan
Akal Itu Untuk Menimbang Soal-Soal Yang Berhubungan Dengan Keesaan Allah, Atau
Hidup Di Akhirat Kelak, Atau Hakikat Kenabian (Nubuwwah), Atau Hakikat
Sifat-Sifat Ketuhanan, Atau Lain-Lain Soal Yang Terletak Di Luar Kesanggupan
Akal, Adalah Sama Dengan Mencoba Mempergunakan Timbangan Tukang Emas Untuk
Menimbang Gunung. Ini Tidaklah Berarti Bahwa Timbangan Itu Sendiri Tidak Boleh
Dipercaya.
Soal Yang Sebenarnya Ialah, Bahwa Akal
Itu Mempunyai Batas-Batas Yang Dengan Keras Membeatsinya; Oleh Karena Itu Tidak
Bisa Diharapkan Bahwa Akal Itu Dapat Memahami Allah Dan Sifat-Sifat-Nya, Karena
Otak Hanyalah Satu Dari Beberapa Atom Yang Diciptakan Oleh Alllah ....” 12).
Alam Semesta : Buku Terbuka?
Syahdan Tersebutlah Sebuah Buku Berjudul
History Of Philosophy: Eastern And Western, Terdiri Atas Dua Volume, Yang
Di-Editori Oleh Sarvepalli Radhakrishnan, Seorang Filsuf Dan Negarawan India.
Yang Menarik Ialah, Buku Tersebut Diberi
Introduction Oleh Maulana Abul Kalam Azad, Seorang Filsuf Dan Negarawan
India Beragama Islam Dan Ditutup Dengan Concluding Survey Oleh Radhakrishnan,
Sang Editor.
Dalam Introduction-Nya, Azad Mengawali
Tulisannya Dengan : ”A Persian Poet Has
Compared The Universe To An Aold Manuscript Of Which The First And The Last
Pages Have Been Lost. It Is No Longer Possible To Say How The Book Began, Nor
Do We Know How It Is Likely To End”.- (”Seorang Pengair Persia Mengibaratkan
Alam Semesta Ini Sebagai Menuskrip Kuna, Yang Bagian Awal Dan Akhirnya Sirna.
Sehingga Tak Dapat Lagi Dikatakan Betapa Awal Buku Tersebut, Tak Dapat Pula
Dikatakan Betapa Pula Kiranya Akhirnya.”)
Ma Zi Aghnaz O Zi Anjam-I-Jahan Bi
Khabar-Im
Awwal-O-Akhir-I-In Khna Kitab Uftad Ast
13).
Sementara Itu Radhakrishnan Menulis Dalam
Concluding Surveynya :
”While The Universe Is A Developing
Process, It Is Not Self Explanatory. Science Can Trace The Facts And Their
Interconnections But Cannot Offer Any Explanation Of The World It Attempts To
Discribe. The Bhagavat Gita Says : Beginnings And Ends Are All Unknown; We Only
Know The Middle Which Is In Constant Flux. (Alam Semesta Ini Dalam Proses
Mengembang, Tiada Penjelasan Sendiri. Ilmu Pengetahuan Dapat Menjajagi Jejak
Fafta Dan Antar-Hubungan Fakta Tersebut, Tetapi Tidak Dapat Mengemukakan
Penjelasan Tentang Alam Semesta Yang Dicoba Dilukiskannya Itu. Bhagavat Gita
Berkata: Baik Permulaan Maupun Akhir Tidak Diketahui, Kita Hanya Mengetahui
Tengahnya Dalam Aliran Yang Tetap):
Avyaktadini Bhutani Vyaktamadhyani
Bharata
Avyaktani Dhanany Eva Tatra Ka
Parivedavana. 14).
Karl Barth (Lahir 1888), Guru Besar
Teologi Bangsa Jerman, Berkata Bahwa Dunia Itu .... Toh Masih Merupakan Naskah
Yang Sedikit Banyakanya Dapat Dibaca, Dan Bahwa Manusia Itu Sebagai Tujuan
Dunia Adalah Serentak Pembaca Dan Penafsir Naskah Ini 15).
Albert Einstein Memberikan Penghormatan,
Yang Akan Meniadakan Setiap Kesangsian Dari Ahli-Ahli Filsafat Yang Bersaingan,
Kepada Sir Isaac Newton (1642-1725), Ahli Ilmu Pasti, Ahli Fisika Dan Astronomi
Bangsa Inggiris, Yang Mempunyai Reputasi Dalam Bidang Garapannya Itu . Einstein
Berkata : Nature For Him Was An Open Book Whose Letters He Could Read Without
Effort. In One Person He Combined The Experimenter, The Theorist, The Mechanic
And, Not Least, He Artist In Expression”. (Baginya (Bagi Newton – E.S.A.) Alam
Semesta Adalah Sebuah Buku Terbuka, Yang Hurf-Hurufnya Dapat Dibacanya Tanpa
Susah Payah. Dalam Satu Pribadi Dikumpulkannya : Ahli Eksperimen, Ahli Teori,
Ahli Mekanik Dan Tidak Kurang Dari Itu Seorang Seniman Dalam Pengucapannya).
Bagamimana Penilaian Newton Terhadap
Prestasinya Sendiri?
”If I Have Seen Farther Than Other Men”,
Newton Sekali Berkata ”It Is By Standing On The Shoulders Of Giants” – ”
Apabila Saya Dapat Melihat Lebih Jauh Dari Orang-Orang Lain, Itu Berkat Saya
Berdiri Di Atas Bahu Para Raksasa”. Yang Dimaksudkan Beliau Dengan Para Raksasa
Ialah Para Raksasa Dalam Bidang Ilmu Pengatahuan Yang Mendahuluinya, Seperti :
Copernicus, Tycho, Brahe, Kepler Dan Galileo.
Penilaian Newton Sendiri Atas Kariernya,
Yang Dibuatnya Pada Masa Akhir Dari Suatu Hidup Yang Panjang, Adalah Sangat
Khas Bagi Sifatnya Yang Rendah Hati:” I Do Not Know What I May Appear To The
World, But To My Self I Have Seen To Have Been Only Like A Boy On The Seashore,
And Diverting Myself In Now And Finding A Smoother Pebble Or A Prettier Shell
Than Ordinary, While The Great Ocean Of Truth Lay All Undiscovered Before Me” –
”Saya Sendiri Tidak Tahu Bagaimana Saya Dalam Mata Dunia, Namun Bagi Saya
Sendiri, Saya Hanya Ibarat Seorang Anak Kecil Berdiri Di Tepi Pantai, Yang
Menghibur Saya Dengan Sekali-Sekali Menemukan Sebuah Karang Yang Lebih Halus
Atau Sebuah Lokan Yang Lebih Elok Dari Yang Biasa; Sedangkan Samudera Kebenaran
Terbentang Di Depan Saya Dengan Tiada Terselami Sama Sekali.” 16).
”Thus Gradually Philosophers And
Scientist Arrived At The Startling Conclusion That Since Every Object Is Simply
The Sum Of Its Qualities, And Since Qualities Exist Only In The Mind, The Whole
Objective Universe Of Matter And Energy, Atoms And Stars, Does Not Exist Expect
As Construction Of The Consciousness, An Edifice Of Conventional Symbols Shaped
By The Senses Of Man” 17). Lama-Kelamaan Pada Filsuf Dan Ahli Ilmu Pengetahuan
Alam Mencapai Suatu Kesimpulan Yang Mengejutkan: Karena Tiap-Tiap Benda Adalah
Jumlah Sifat-Sifatnya Belaka Dan Karena Sifat-Sifat Itu Hanya Ada Dalam Batin
Saja, Maka Seluruh Alam Obyektif, Yang Tersusun Dari Materi Dan Enersi,
Atom-Atom Dan Bintang-Bintang, Hanya Ada Sebagai Suatu Susunan Yang Dibangun
Oleh Kesadaran, Suatu Bangunan Yang Tersusun Dari Lambang-Lambang Yang
Disepakati Dan Dibentuk Oleh Indria-Indria Manusia 18). Demikian Ditulis Oleh
Lincoln Barnett Ketika Beliau Berbicara Tentang The Universe And Dr Einsten.
Pada Bagian Lain Beliau Menulis Pula :
For Only World Man Can Truly Know Is The World Created For Him By His Senses.
If He Expunges All The Impressions Which They Translate And Memory Stores,
Nothing Is Left” 19). – Satu-Satunya Alam Yang Benar-Benar Dapat Diketahui
Manusia Ialah Alam Yang Diciptakan Baginya Oleh Indria-Indrianya. Jika Dia
Hapuskan Sekalian Kesan, Yang Disalin Oleh Idria-Indria Dan Disimpan Oleh
Ingatan Itu, Maka Suatu Pun Tidak Ada Yang Tinggal 20).
Sir Arthur Eddington (1882-1944), Seorang
Ahli Binatang Yang Sangat Termahsyur Bangsa Inggris, Berkata: ”Kita Menemukan
Bekas Kaki Yang Ganjil Pada Pantai Suatu Yang Tak Dikenal. Kita Rekakan Teori
Yang Muskil-Muskil, Satu Demi Satu, Untuk Menerangkan Asalnya. Akhirnya
Berhasillah Kita Menyusun Kembali Makhluk Yang Meninggalkan Bekas Kaki Itu. Dan
Ah, Itu Bekas Kaki Kita Sendiri.” 21).
Lincoln Barnett. ”Realization That Our
Whole Knowledge Of The Universe Is Simply A Residue Of Impressions Clouded By
Our Imperfect Senses Makes The Quest For Reality Seem Hopeless” 22). – Sadar
Bahwa Pengetahuan Kita Tentang Alam Semesta Itu Hanyalah Sisa Dari Kesan-Kesan
Yang Terhijab Oleh Indra Kita Yang Serba Tidak Sempurna, Membawa Kepada
Kesimpulan, Bahwa: Menangkap Realitas Itu Tak Dapat Diharapkan.
Joseph V. Kopp Mencatat Pandangan
Teilhard De Chardin Mengenal Kosmos Sebagai Berikut: ”Dalam Kenyataan,
Pandangan Kita Tentang Kosmos Hanya Dapat Diibaratkan Suatu Potongan Tipis Dari
Penampang Lintang Sebuah Pohon, Yang Akrnya Jauh Di Masa Lampau Dan
Cabang-Cabangnya Jauh Ke Ketinggian Masa Mendatang. Seluruh Dunia Di Masa
Lampau, Di Masa Sekarang Dan Di Masa Mendatang Akan Selalu Merupakan Suatu Masa
Yang Terus-Menerus Berkembang. Segala Yang Ada Di Dunia Berasal Dari Beberapa
Unsur Yang Mengubah Diri Sendiri Sesuai Dengan Hukum Perkembangan Ke Arah
Keadaan Yang Semakin Kompleks”. 23).
William Shakespeare (1564-1616), Penyair
Dan Dramawan Bangsa Inggris, Melalui Mulut Hamlet Prince Of Denmark Berkata:
There Are More Things In Heaven And
Earth, Horatio
Than Are Dreamt Of In Your Philosophy
(Adalah Lebih Banyak Hal Di Langit Dan Di
Bumi, Horatio
Daripada Yang Diimpikan Dalam Filsafatmu).
Dari Uraian-Uraian Yang Tertera Di Atas
Bertambah Jelaslah, Bahwa Potensi Yang Ada Pada Manusia Itu Sangatlah Terbatas
Untuk Menangkap Realitas Alam Semesta Yang Nampaknya Demikian Real Itu Saja
Pun. Konon Apalagi Menangkap Alam Lainnya Yang Im-Material. Lebih-Lebih Lagi
Mendekati Hakikat Tuhan Yang Maha Mutlak Dengan Potensi Manusia Yang Serba
Nisbi Ini.
Ujung Akal-Budi: Awal Iman
Francis Balcon (1561-1626), Pelopor
Filsafat Baru, Bangsa Inggris, Menulis: ”A Little Philosophy Inclineth Man’s
Mind To A Theism; But Depth Philosophy Bringeth Men’s Minds About To Religion”
24). – Filsafat Yang Picik Membawa Pendapat Manusia Cenderung Kepada Atheisme;
Tetapi Filsafat Yang Dalam Membawa Pendapat Manusia Kepada Agama.
Waktu Orang-Orang Komunis Rusia Dapat
Membuat Sputnik, Seluruh Dunia Geger Karena Hebatnya Propaganda Mereka.
Surat-Surat Kabar Di Rusia Dan Di Negara-Negara Komunis Lainnya, Begitu Pula Di
Indonesia (Pada Tahun 1959 – E.S.A.), Memuat Kejadian Itu Dengan Huruf-Huruf
Besar, ”Satu Kemenangan Dalam Pertandingan Melawan Tuhan”. Dengan Rasa Bangga
Mereka Berkata:
”And There We Have Our Sputnik!
No Secret A New Born Planet.
Modest In Its Size; But It Is Made By Us,
Not By The God Of The Old Testament!”
(Lihatlah! Inilah Sputnik Kami!
Jelas, Ini Adalah Planit Yang Baru Lahir.
Sesederhana Dalam Bentuknya; Tetapi Ini
Buatan Kami,
Bukan Buatan Tuhan Dari Perjanjian Lama!)
25).
Dr Werner Von Braun, Direktur N.A.S.A.
(National Auronautical And Space Administration) Salah Seorang Pencipta Dan
Yang Ikut Memperkembangkan Roket Yang Meluncurkan Satelit Pertama Amerika
Serikat, Beliau Menyatakan:
”In Our Modern World, Many People Seem To
Feel That Our Rapid Advances In The Field Of Sciences Render Such Things As
Religious Belief Untimely And Old Fashioned. They Wonder Why We Should Be
Satisfied In Believing Something When Science Tells Us That We Know So Many
Things. The Simple Answer To This Contention Is That We Are Confronted With
Many More Mysteries Of Nature Today Than When The Age Of Scientific
Enlightenment Began. With Every New Answer Unfolded, Science Has Consistently
Discovered At Least Three New Questions.
The Answer Indicate That Anything As Well
Ordered And Prefectly Created As In Our Earth And Universe Must Have A Maker, A
Master Designer. Anything So Orderly, So Perfect, So Precisely Balanced, So
Majestic As This Creation Can Only Be The Product Of A Divine Idea”.
”Dalam Dunia Modern, Banyak Orang Mengira
Bahwa Kemajuan-Kemajuan Kita Yang Pesat Di Bidang Ilmu Pengetahuan Membuat
Hal-Hal Seperti Kepercayaan Agama Menjadi Tak Cocok Dengan Zaman (Sudah Kuno).
Mereka Bertanya Apakah Kita Harus Puas Untuk Mempercayai Sesuatu Di Mana
Melalui Ilmu Pengetahuan Kita Mengetahui Sedemikian Banyak Hal. Jawabnya
Terhadap Ini Adalah Bahwa Kita Sekarang Dihadapakan Pada Masa Tatkala Lebih
Banyak Misteria-Misteria Daripada Masa Tatkala Manusia Mulai Berfikir Secara
Ilmiah. Setiap Kali Ada Satu Masalah Diketahui Jawabnya, Ilmu Pengetahuan
Menemukan Lagi Sekurang-Kurangnya Tiga Masalah Baru.
Jawaban-Jawabannya Memberi Petunjuk,
Bahwa Sesuatu Yang Disusun Demikian Rapi Seperti Bumi Dan Alam Semesta Kita,
Tentu Ada Pembuatnya, Ada Perencanannya. Sesuatu Yang Sedemikian Sempurna Dan
Agungnya Tak Boleh Tidak Adalah Hasil Dari Suatu Cita Ilahi.” 26).
Will Durant Dalam Bukunya Pleasure Of
Philosophy Merekam Sir James, Melukiskan Kesukaran-Kesukarannya Ketika Dia
Menghadapi Masalah Tuhan, Yang Namun Pada Akhirnya Menyatakan : ”Men Will
Always Believe In God, Because Idea Of Power United With Perfection Satisfied And Stimulates The Soul;
It Is Pleasent To Be Friends With Omnipotence”. – Yah, Manusia Akan Selau
Percaya Kepada Tuhan, Karena Cita Tentang Kekuasaan Yang Disatukan Dengan
Kesempurnaan Memberi Kepuasan Dan Kehidupan Pada Jiwa; Adalah Senang Dan Nikmat
Untuk Menjadi Sahabat Yang Maha Kuasa. 27).
J.W.N. Sullivan Sampai Kepada Kesimpulan,
Bahwa: ”Science Is Persued Not Only Because Of Practical Use, But Also It Leads
To Highest Conciousness, And That’s Cosmological Religious Experience” 28). –
Ilmu Pengatahuan Itu Dicari Bukan Sekedar Untuk Penggunaan Praktis, Melainkan
Juga Untuk Membimbing Kita Ke Arah Kesadaran Tertinggi, Yaitu Yang Disebut
Pengalaman Keagamaan Yang Kosmologis.
Faktor Hati Di Samping Akal-Budi
Blaise Pascal (1623-1662), Filsuf Dan
Ahli Ilmu Pasti Bangsa Perancis, Salah Sorang Pendasar Hitungan Dugaan
(Hitungan Kemungkinan). Di Lapangan Imu Pasti Ia Nyata Seorang Geni; Meskipun
Begitu Kepercayaanya Terbatas Terhadap Akal Manusia; Filsafatnya Pun Bercorak
Mistik: Kebenaran Hanya Dapat Kita Ketahui, Jika Kita Mau Mendengarkan Suara
Hati Kita (”Logique Du Coeur”), Demikian Ajaran Pascal 29).
Dalam Abad Ke-17 Pascal-Lah Yang Secara
Tajam Sekali Memahami Penyalah-Gunaan Akal-Budi Ini. Pascal Adalah Salah
Seorang Yang Tertajam Otaknya Dari Antara Para Cerdik-Cendekiawan Dalam Abad
Itu. Dengan Keulungan Berpikir Yang Jarang Ada Bandingannya. Tetapi Justru Dia
Ini Lebih Menyadari Bahwa Di Balik Akal-Budi (La Raison) Itu Terletak Hati (Le
Coeur) Manusia. ”Le Coeur A Ses Raisons Que La Raison Ne Connait Pas”. – ”Hati
Itu Mempunyai Alasan-Alasannya Yang Tak Dimengerti Akal-Budi Itu”, Demikianlah
Tulisannya Dalam ”Pensees”-Nya. 30).
Pesan Mohammad Hatta
Bagaiman Hubungan Hati Dan Agama?
Untuk Ini Baiklah Kita Ketahui Keterangan
Mohammad Hatta. Berbicara Tentang Hubungan Ilmu Dan Agama, Beliau Mengemukakan:
”Ilmu Mengenai Soal Pengetahuan; Agama Soal Kepercayaan. Pengetahuan Dan
Kepercayaan Adalah Dua Macam Sikap Yang Berlainan Dari Pada Keinsafan Manusia.
Pelita Ilmu Terletak Di Otak, Pelita Agama Terletak Di Hati.”
”Boleh Dikatakan : Ilmu Bermula Dengan
Sikap Tidak Percaya. Agama Bermula Dengan Percaya. Ia Menerima Suatu Kebenaran
Dengan Tidak Mau Dibantah. Kebenaran Agama Bersifat Absolut. Percaya Adalah
Pangkal Dan Tujuan Pengabdian Daripada Agama.”
”Sebagaimana Ilmu Yang Dipahamkan Dapat
Memperdalam Keyakinan Agama, Demikian Juga Kepercayaan Agama Dapat Memperkuat
Keyakinan Ilmu Dalam Menuju Cita-Citanya”.
”Ilmu, Terutama Ilmu Alam Dan Ilmu
Teknik, Telah Mencapai Tingkat Kemjuan Yang Begitu Tinggi, Sehingga Apabila
Tidak Dikekang Oleh Agama, Ia Mudah Menjadi Demon Yang Sehebat-Hebatnya”.
Setelah Mengutip Jeritan Jiwa Seorang
Pujangga Besar Albert Einstein Terhadap Kemajuan Ilmu, Yang Sebagian Besar
Diciptakannya Sendiri, (Yang Nanti Akan Kita Kutipkan Pula Dalam Pertemuan
Mendatang), Bung Hatta Menulis Pula:
”Sekian Albert Einstein! Ucapan Tegas Ini
Menyatakan, Bahwa Pikiran Yang Menciptakan Ilmu Dikontrole Oleh Hati Yang
Memeluk Perasaan Agama, Yang Memberikan Dasar Etik Kepada Pemakaian
Pendapat-Pendapat Ilmu Dalam Praktik Hidup. Tujuan Ilmu Harus Sejalan Dengan
Tujuan Agama, Yaitu Mencapai Kesejahteraan Umat Manusia. Lmu Adalah Alat;
Tujuan Ialah Kemakmuran Jasmani Dan Rohani.” 31).
Sebagai Panutup Bab Ini Baiklah Kita
Renungkan Firman Allah Swt. Dalam Al-Qur-Anu ’1-Karim:”Dan Sesungguhnya Kami
Jadikan Untuk (Isi) Neraka Jahanam Kebanyakan Dari Jin Dan Manusia. Mereka Mempunyai Qalbu, Tetapi Tidak Dipergunakan
Mereka Untuk Memahami 32). Dan Mereka Mempunyai Mata Tetapi Tidak Dipergunakan
Mereka Untuk Melihat 33) Dan Mereka Mempunyai Telinga Tetapi Tidak Dipergunakan
Untuk Mendengarkan 34). Mereka Itu Sebagai Binatang Ternak, Bahkan Mereka Lebih
Sesat Lagi. Mereka Itulah Orang-Orang Yang Lalai.” (Surah 7: Al-A’raf Ayat
179).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar